Buddhist Indonesia


Daniel termasuk orang yang menarik menurutku. Dia adalah orang yang mudah bergaul, dan memiliki banyak sahabat dalam hidupnya. Dia tergolong orang yang terbuka terhadap sahabatnya, dan dia sering merefleksikan perasaan yang dirasakan di dalam hatinya dalam kata katanya.

Dia pernah berkata kepadaku bahwa persahabatan yang pernah ia jalin dengan siapapun mereka, baginya sangat berharga, dan aku merasa bahagia sewaktu dia berkata bahwa aku sangat berharga di matanya dan tidak ada orang lain yang dapat menggantikan posisiku di dalam hatinya. Aku sering merasakan perhatiannya dan kasih sayangnya kepadaku justru di waktu aku benar-benar membutuhkan orang untuk kuandalkan.

Tapi, di samping itu, ada juga sekelompok orang yang kurang respek terhadapnya karena menurutnya Daniel adalah orang yang aneh, tidak sama dengan orang lain pada umumnya. Dia adalah orang yang sangat perasa terhadap keadaan di sekitarnya dan juga sering menyendiri.
Menurutku mereka yang kurang menyukainya karena mereka belum mengenal Daniel sama sekali. Banyak sifatnya yang tidak akan mereka kira di balik sifat penyendirinya itu kalau suatu saat mereka mencoba untuk mengenalnya.

Daniel memang tidak selalu mengajakku ngobrol setiap kali kita bertemu. Ada kalanya dimana dia hanya menyapaku atau hanya tersenyum kepadaku lalu pergi. Atau kadang kadang sewaktu dia sibuk, dia hanya memanggil namaku dan meneruskan kembali pekerjaannya itu.

Tapi ada kalanya pula dia menceritakan banyak perihal mengenai dirinya kepadaku. Dia sangat senang menceritakan pengalaman dan masalah yang ada di dalam kehidupannya kepadaku, karena di situlah hubungan kami semakin terjalin erat dan di sana juga aku dan dia dapat saling lebih mengenal satu sama lain.

Dia menceritakan semua yang dialaminya kepadaku baik itu masalah yang besar seperti masalah keadaan keluarganya yang di mana dia dilahirkan adalah keluarga yang kurang harmonis, kenapa dia menjadi orang yang senang menyendiri, ataupun kepribadian dan sifat sifat positif atau negatif yang ada di dalam dirinya yang secara tidak langsung membuat aku semakin mengenal dirinya dan kepribadiannya.

Tapi yang sangat aku banggakan dan kagumi dari dia adalah kemauannya untuk berkorban dan menolong sahabatnya yang membutuhkannya. Dia sering meluangkan waktunya untuk sharing dengan sahabatnya yang sedang mengalami masalah dan lalu ikut mendoakan mereka, dan dia juga sering memberikan bantuan yang terkadang untuk melakukannya mengharuskan ia mengorbankan banyak uang, waktu, pikiran dan juga tenaganya.

Sewaktu aku bertanya kenapa dia mau berbuat seperti itu, dia hanya menjawab “Rachel, semua itu aku lakukan karena persahabatan yang aku miliki dengan mereka semua termasuk dengan kamu sangat berharga buatku. Sahabatku adalah pemberian terindah dalam hidupku yang Tuhan berikan kepadaku.“

Pada suatu hari Daniel meneleponku dan seperti yang biasa kami lakukan, kami mengobrol di telepon dan kami akan saling menceritakan segala hal yang menarik yang kami alami di hari hari yang sudah kami lewati minggu ini.
Tapi rupa rupanya hari ini pembicaraannya cukup aneh menurutku karena pembicaraannya seakan akan dia sudah dekat dengan kematiannya, padahal yang kutahu selama ini dia tidak menderita penyakit apapun dan tidak ada tanda tanda bahwa dia akan meninggal.

“Rachel, kalau nanti saya meninggal, saya ingin sekali melihat siapa saja di dunia ini yang menangisi kepergian saya.. “ kata Daniel kepadaku di telepon malam itu.
“Untuk apa?“ tanyaku sekenanya karena heran mendengar pernyataannya yang membicarakan tentang kematiannya itu. Kupikir, dia kan masih sangat muda, seumuran denganku, tentu masih banyak yang akan dia lihat dan alami di dunia ini, untuk apa membicarakan kematian? Tetapi jawaban yang diberikannya sangat menyentuh hatiku.

“Kalau kita menangisi kepergian seseorang, berarti orang tersebut sangat berharga buat kita. Saya ingin melihat siapa saja yang menangis buat saya, dan saya akan tahu kalau saya benar-benar berharga di mata mereka semua, terlebih juga di mata Tuhan“ katanya dengan suara yang perlahan tapi sangat terdengar jelas di telingaku walaupun ada hujan yang deras pada malam hari yang sejuk itu.

“Lalu saya ingin meminta kepada Tuhan untuk kembali ke dunia barang 5 sampai 10 menit, untuk memeluk mereka semua dan disana saya akan berkata, Terimakasih sahabatku.. air matamu memiliki makna yang sangat berharga untukku.. aku senang mengetahui kalau hidupku benar benar berharga buat kalian semua..“
“.....“ aku diam, mendengarkan kata katanya itu dan memikirkan maksud dia mengatakan hal itu kepadaku.
“Apa dia akan pergi?“ pikirku dalam hati.

Lalu Daniel melanjutkan ceritanya, “Sebelum aku pergi dari hadapan mereka, aku akan mengatakan hal ini sebagai kata-kata terakhir“
“Sahabatku, saat seseorang yang kamu kasihi meninggal, kamu tidak akan bisa mengatasi kesedihanmu dengan melupakannya, karena dengan melakukan demikian, kamu akan semakin sedih dan semakin sulit untuk mengatasi kesedihanmu, tetapi kamu bisa mengatasi kesedihan yang kamu alami dengan tetap mengingatnya dan menyadari bahwa dia tidak akan benar benar lenyap atau hilang walaupun mereka sudah meninggal kalau mereka sudah pernah hadir di dalam hidup kita, ikut mewarnai kehidupan kita, dan mencintai dan menyayangi kita seperti kita juga sangat menyayangi mereka..

Walaupun aku sekarang pergi meninggalkan kamu semua, aku tetap akan hidup di dalam hatimu selamanya...“
Seminggu setelah kejadian malam itu, Daniel meneleponku lagi. Malam itu aku sangat kecewa dan juga marah kepadanya setelah kudengar bahwa dia ternyata selama setengah tahun terakhir ini ternyata menderita penyakit paru-paru dan umurnya sekarang ini hanya tinggal hitungan hari saja dan akan segera meninggalkanku.

“Daniel, kenapa kamu tidak pernah membicarakan soal penyakitmu ini kepadaku dari dulu? Terus terang, aku sangat menguatirkan dirimu semenjak kamu bercerita padaku minggu lalu, tapi aku selalu berusaha untuk berpikir positif, tetapi ternyata...“ aku bertanya kepadanya setengah berteriak sambil mencoba menahan air mataku yang mulai mengalir membasahi kelopak mataku.

“Rachel, aku hanya ingin semua sahabatku dapat bergaul dan bersahabat denganku tanpa membebani pikiran dan diri mereka sama sekali. Aku bukannya tidak mau menerima bantuan dari mereka selama aku sakit sampai sekarang ini, tapi justru dimana aku dapat bersahabat dan menjalani waktuku bersama mereka tanpa membebani mereka sangat membantu aku untuk dapat bertahan hidup lebih lama..“

“Keceriaan dan tawa yang selama ini kita alami bersama tidak akan pernah ada kan kalau aku memberitahukan keadaanku ini yang sebenarnya? Malah dengan tidak adanya keceriaan yang sekarang ini masih dapat kurasakan, mungkin akan membuatku pergi lebih cepat lagi..“
“Sudah.. cukup !!“ teriakku..
“Daniel, kamu hanya akan membuatku semakin sedih dengan terus berbicara soal kepergianmu yang sebentar lagi ini...“

“Tapi, aku tidak mengerti sikapmu! Kenapa aku juga tidak kamu beritahu? Bukankah selama ini tidak pernah ada rahasia yang kita simpan satu sama lain?“
“Rachel, tadi sudah kujelaskan, aku tidak ingin melihat semua sahabatku berbeda di saat saat terakhirku , aku ingin hidup normal di depan mereka semua“
“Jadi, termasuk aku juga?“ tanyaku sambil menangis.
“Justru terutama karena kamu! Aku masih ingin melihat senyum yang terlukis di bibirmu yang lembut, masih ingin melihat tawamu yang membuat kamu semakin cantik, dan apa adanya dirimu, sama seperti yang sudah kukenal dengan baik bertahun tahun ini. Aku masih ingin melihat kamu yang seperti itu sebelum aku meninggalkan kamu semua“

“Kalau kamu pergi, mungkin tidak akan ada lagi sahabat di dunia ini yang dapat menguatkan aku lagi dengan perkataan yang biasa kamu lakukan di waktu aku punya masalah, tidak akan ada lagi orang yang mau berkorban menghabiskan waktu, uang, pikiran, dan tenaganya untukku sama seperti yang kamu lakukan untukku“ lalu mulai kudengar Daniel juga mulai menangis, tapi sepertinya dia mencoba untuk menahan tangisannya itu..
Hening sejenak, lalu Daniel mulai mencoba untuk berbicara lagi.

“Tuhan pasti memberimu seorang sahabat yang terbaik kepadamu.“
“Tapi, siapapun dia tidak akan mungkin dapat menggantikan apa yang sudah kita jalani selama ini kan?“
“Rachel, Setiap orang berharga di mata Tuhan dan tidak ada yang dapat menggantikan posisinya di hatiNya, termasuk kamu. Kalau kamu tidak bisa menemukan orang lain untuk menjadi penggantiku di dalam hatimu, begitu juga dengan kamu di dalam hatiku.

Kamu sangat berharga di hatiku dan tidak akan ada orang yang dapat menggantikanmu, begitu juga dengan sahabatku yang lain, mereka semua mempunyai tempat yang khusus karena mereka semua sangat berharga.“

“Rachel, kamu tahu kan kalau kita adalah gambaran dari Tuhan sendiri, Dia ingin kita sama seperti Dia, menghargai setiap orang dan menganggapnya spesial dan berharga di mata kita karena semua orang diciptakanNya sempurna“
Pembicaraanku dengan Daniel terus berlanjut sampai tengah malam, sampai akhirnya aku benar benar lelah karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.

Selama lima hari lamanya aku banyak menghabiskan waktu bersama dengan dia. Dia sama sekali tidak merasa takut dalam menghadapi kematiannya karena dia sudah tau kemana dia akan pergi kalau meninggal nanti.
Selama lima hari itu, aku justru merasa semakin dekat dengan dia dan aku menjadi semakin sedih, mengapa justru hubungan aku dengan dia yang paling dekat terjalin di saat aku akan berpisah dengan dia.

Kami banyak melakukan hal-hal yang tidak pernah kami lakukan sebelumnya dan banyak perasaan yang diungkapkan lewat kata kata kami yang tidak pernah kami ungkapkan sebelumnya.

Semua seakan akan berlalu sangat cepat, sakitnya kulihat semakin parah, nafasnya sudah tidak menentu, dan kurasa dia sangat menderita, tetapi di wajahnya selalu terpancar kebahagiaan di balik air matanya yang membasahi tanganku.

Banyak sahabat-sahabatnya yang datang menjumpai dia untuk pertemuan terakhir dengannya. Daniel mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang mengunjunginya untuk semua yang sudah dialaminya bersama sama dengan mereka di masa hidupnya.

Di hari yang ketiga, aku mengambil fotoku yang terakhir bersama dengan dia, dan aku juga menerima barang terakhir darinya. Dia berpesan kepadaku untuk membukanya kalau dia sudah pergi meninggalkanku.
Malam hari menjelang dia meninggal, aku memandang wajahnya, kulihat dia memang tidak lama lagi akan meninggalkanku.

Aku semakin sedih saat mengingat orang yang paling kusayangi di dalam hidupku ini akan pergi meninggalkanku tidak lama lagi. Aku memeluknya sambil terus menangis, dia juga memelukku sambil membelai dan mengusap kepalaku, menyentuh rambutku dengan jarinya yang sudah lemah, tetapi kasih sayangnya yang besar tetap dapat kurasa, perlindungan dan perhatian yang diberikannya kepadaku dulu masih tetap dapat kurasakan meskipun sekarang keadaan tubuhnya sekarang sangat lemah Aku menemaninya sampai dia benar benar pergi meninggalkanku.

Aku membelai kepalanya dan berkata, “Selamat jalan, sahabatku... Kau akan selalu kukenang di dalam hatiku. Nasihat dan kata katamu yang menguatkanku akan selalu hidup di dalam hidupku dan akan selalu mewarnai langkah hidupku menjalani dunia ini.“

Akhirnya Daniel pergi dengan damai, meninggalkan sanak keluarganya, meninggalkan harta bendanya, dan juga meninggalkan sahabat-sahabatnya yang sangat dia sayangi. Tetapi aku bahagia karena dia pergi tanpa kehilangan imannya kepada Tuhan Yesus, yang merupakan hartanya yang abadi di dalam hidupnya.

Lalu aku teringat kembali akan kata-katanya di telepon pada waktu itu mengenai kematiannya. Di depan peti di mana dia dibaringkan, aku terus menangis, membiarkan air mataku terus jatuh, membasahi bunga bunga melati yang tersebar di sana. Aku sesekali memandang wajahnya yang memancarkan kebahagiaan.

Malamnya aku pulang ke rumah, dan kulihat hadiah terakhir dari Daniel yang masih terbungkus rapi yang belum kusentuh sama sekali. Aku mulai membukanya, kulihat sebuah album foto, dan kulihat disana ada berbagai macam kenangan diriku dengan dia yang masih dia simpan.

Aku buka buka lagi kartu natal dan ulang tahun yang pernah kuberikan kepadanya, foto-fotoku semenjak aku kecil sampai sekarang, dan bahkan hal-hal kecil seperti pesan pesanku yang sering kutulis di bukunya, potongan tiket bioskop saat kita pertama kali nonton bersama, atau kartu undangan ulang tahunku setiap tahun, masih tersimpan di sana.

Kubuka halaman belakangnya, disana tertulis pesan dan ada kertas kecil yang terbungkus dan tertempel disana.
Kubaca pesannya tertulis demikian, “Rachel, tolong bawa semua ini saat aku dikuburkan, dan biarlah semua barang yang paling berharga bagiku ini terkubur bersama denganku, dan di dalam kertas itu ada hadiah terakhir yang kuberikan khusus untukmu“

Kubuka kertasnya, dan aku melihat ada kalung salib dari emas putih dan ada cincin berlian di tengahnya. Di salib itu terukir inisial namaku dan di cincinnya itu terukir tulisan “our friendship will always remain“
Setelah aku saat teduh pada malam harinya, aku pun tertidur lelap karena hari itu aku sangat lelah sekali, di samping aku juga masih sangat sedih atas kejadian yang baru kualami hari ini.

Saat aku tidur, aku bermimpi... Di mimpiku, aku melihat Daniel menggunakan baju putih bersih dengan wajah yang bersinar datang menghampiriku, lalu memelukku sambil berkata, “Aku akan tetap hidup di dalam hatimu selamanya.. kita akan segera bertemu dan bersama-sama lagi“ lalu dia pergi meninggalkanku. Sampai ketemu lagi di surga, Daniel... kita pasti akan dapat bersama sama lagi...

0 komentar:

Posting Komentar